Sort by
Sort by

PRAISE Kenalkan Program Packaging Recovery Organization (PRO) Untuk Jawab Tantangan Praktik Ekonomi Sirkuler di Indonesia

Ke daftar Siaran Pers

Jakarta, 25 Agustus 2020 – PRAISE (Packaging and Recycling Association for Indonesia Sustainable Environment) atau Asosiasi Untuk Kemasan dan Daur Ulang Bagi Indonesia yang Berkelanjutan, bersama dengan sejumlah pemangku kepentingan lainnya, meluncurkan program Packaging Recovery Organization (PRO) secara virtual, untuk menjawab sejumlah tantangan pada pengelolaan sampah dan optimalisasi praktik ekonomi sirkuler di Indonesia.

Peluncuran virtual tersebut menggambarkan bagaimana PRO dapat menjadi salah satu solusi inovatif untuk menanggapi berbagai isu yang terdapat pada penanganan sampah kemasan di Indonesia, dengan melibatkan sektor formal maupun informal untuk mewujudkan sistem yang terintegrasi. Sinergi dan komitmen yang terbentuk oleh berbagai pemangku kepentingan merupakan respon industri yang sejalan dengan upaya Pemerintah Indonesia dalam peningkatan sistem manajemen persampahan dan penerapan ekonomi sirkuler.

Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) per Februari 2019, jumlah timbulan sampah secara nasional mencapai 175.000 ton per hari atau setara dengan 64 juta ton per tahun[1]. Terlebih lagi, urgensi pengelolaan sampah di tengah kondisi pandemi global saat ini semakin terasa. Indonesian Environmental Scientists Association (IESA)[2] mengungkapkan adanya kenaikan tajam pada timbulan sampah sekitar 23 ton per hari di bulan Maret ke Mei, atau sebesar 70% dibandingkan dengan sebelum pandemi. Sehubungan dengan situasi tersebut, program PRO yang terbentuk dalam masa pandemi COVID-19 ini sangat relevan dan merupakan komitmen nyata untuk mendukung terciptanya praktik pengelolaan sampah yang berkelanjutan.

Hadir dalam peluncuran, Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, menyatakan apresiasi dan dukungannya terhadap program PRO yang diinisiasi oleh PRAISE. “Pemerintah Indonesia telah menargetkan pengurangan timbulan sampah plastik sampai dengan 70% di lautan pada tahun 2025, dan bebas dari kebocoran sampah plastik ke lautan pada tahun 2040. Target tersebut akan kami realisasikan melalui beberapa program terkait pengolahan sampah spesifik berdasarkan sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya, yang memerlukan pengelolaan khusus. Tentunya, kami harap kehadiran PRO dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap pencapaian target ini.”

PRO di Indonesia merupakan inisiatif dari enam perusahaan yang juga tergabung dalam PRAISE, yaitu Coca-Cola Indonesia, Danone Indonesia, Indofood Sukses Makmur, Nestlé Indonesia, Tetra Pak Indonesia, dan Unilever Indonesia.

“Di Nestlé, kami percaya bahwa untuk mencapai kesuksesan jangka panjang, kita perlu menciptakan nilai untuk para pemangku kepentingan serta masyarakat. Hal ini juga berarti melindungi masa depan dengan melakukan pilihan yang tepat. Kami juga bertekad untuk melihat segala upaya untuk memecahkan permasalahan kompleks yang ditimbulkan dari sampah plastik dan menjalankan beberapa solusi yang memiliki dampak saat ini. Tujuan utama Nestlé adalah tidak ada kemasan kami, termasuk plastik, yang berakhir di tempat pembuangan, laut, danau, dan sungai. Untuk mencapai hal ini, kami berkomitmen untuk memastikan 100% kemasan kami dapat didaur ulang atau digunakan kembali pada 2025. Kami menyadari komitmen ambisius ini, dan diperlukan kerja keras untuk mewujudkannya secara nyata. Keterlibatan Nestlé Indonesia di PRO merupakan realisasi dari komimen kami untuk mewujudkan masa depan yang bebas sampah melalui kolaborasi dengan rekan bisnis di sepanjang mata rantai, asosiasi industri, serta masyarakat untuk mengembangkan skema pengumpulan, pemilahan, dan daur ulang yang efektif di seluruh Indonesia,” jelas Presiden Direktur Nestlé Indonesia Ganesan Ampalavanar.

Melalui Extended Stakeholder Responsibility (ESR), PRAISE melibatkan beragam pemangku kepentingan untuk menyediakan perspektif agar keberhasilan program PRO dapat menjadi mesin perubahan ekonomi, sosial, serta lingkungan. Sebagai komponen penting dalam ESR, PRO memiliki kerangka operasional yang diadaptasi dalam konteks Indonesia, sebagai berikut:

  • PRO berdiri pada tahun 2020 dan akan beroperasi sebagai suatu lembaga non-profit yang dikelola secara profesional dan independen.
  • Aktivitas PRO terdiri dari: kategori A untuk kemasan polyethylene terephthalate (PET), yang bertujuan membangun Pasar Daur Ulang atau Hasil Akhir; kategori B untuk kemasan used beverage carton (UBC), flexibles, dan high-density polyethylene (HDPE), untuk pengembangan kapasitas sistem pengumpulan; kategori C yang meliputi edukasi kepada masyarakat.
  • Di tahun 2020, PRO akan fokus pada penanganan bahan kemasan berupa PET plastic dengan target daur ulang sebesar 60%. Kemudian, pada tahun 2021 dan seterusnya, PRO akan fokus pada penanganan materi kemasan lainnya, yaitu UBC, flexibles, dan HDPE.
  • Pada tahun 2021, PRO akan memperluas peluang untuk ekspansi keanggotaan agar dapat meningkatkan jumlah pemangku kepentingan yang terlibat.

“Kami harap keberadaan PRO dapat memberikan sudut pandang dan inovasi baru dalam menghadapi berbagai tantangan pada pengelolaan sampah dan percepatan praktik ekonomi sirkuler di Indonesia. Besar harapan kami agar pemerintah, sektor industri, dan sektor informal maupun semi-informal lainnya dapat bergabung dalam inisiatif ini untuk mewujudkan Indonesia yang lestari,” ujar Karyanto Wibowo, Ketua Umum PRAISE.

Badan Pusat Statistik Indonesia mengidentifikasi bahwa permasalahan timbulan sampah di Indonesia berpotensi untuk memacu percepatan pemanasan global dan perubahan iklim[3]. Apabila dianalisis lebih mendalam, kurangnya sistem dan integrasi mengakibatkan tidak adanya pilihan bagi konsumen dalam mengelola sampahnya. Rumah tangga dan industri kecil terpaksa membuang sampah dengan cara yang membahayakan lingkungan, yaitu dengan dibakar, dibuang ke aliran air sekitar, dan dibuang di tanah atau dikubur[4]. Implementasi ekonomi sirkuler yang optimal, sebagaimana yang diterapkan oleh PRO, tentu dapat membantu keberlanjutan pengelolaan sampah di Indonesia, khususnya pada pengelolaan sampah yang mendaur ulang sampah plastik menjadi bahan lain yang bermanfaat. Selain kebijakan dan regulasi yang sudah ada serta peningkatan edukasi kepada masyarakat, integrasi yang baik antara semua pihak yang terlibat akan sangat dibutuhkan guna mencapai target pada tahun 2025,” jelas Rosa Vivien Ratnawati, Dirjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, yang hadir pada acara peluncuran virtual.

Permasalahan timbulan sampah sejatinya memiliki peluang untuk dimanfaatkan lebih lanjut agar dapat memberikan nilai tambah pada rantai pasokan melalui praktik ekonomi sirkuler. Terbukti pada tahun 2017, praktik ekonomi sirkuler pada 5.244 bank sampah di lintas 34 provinsi Indonesia berhasil menciptakan peluang kerja dan bidang pekerjaan baru bagi komunitas di sekitarnya[5]. Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Provinsi Jawa Timur, yang turut berpartisipasi sebagai narasumber pada diskusi panel, menambahkan, adanya kesempatan dan potensi yang bisa dimanfaatkan oleh Provinsi Jawa Timur, salah satunya di Kota Surabaya, maka inisiatif Extended Stakeholder Responsibility (ESR) telah bisa diterapkan. Oleh karena itu, diharapkan program PRO dapat berhasil menjadi mesin perubahan ekonomi, sosial, dan lingkungan di Jawa Timur. “Dengan adanya program PRO sebagai upaya kolektif dari industri, saya optimis akan bisa memberi manfaat sosial ekonomi maupun lingkungan dari praktik ekonomi sirkuler. Harapannya ke depan, program ini akan bisa dikembangkan di kabupaten/kota lain di Jawa Timur sehingga manfaatnya semakin bisa dirasakan masyarakat luas,” ungkap Khofifah.

Program PRO telah berhasil diimplementasikan di sejumlah negara dan benua, seperti Eropa, Meksiko, dan Afrika Selatan. Di benua Eropa, PRO terdiri dari 31 negara anggota yang dikenal sebagai “The Green Dot” dan mendapatkan kontribusi dari sekitar 150.000 perusahaan sebagai pemegang lisensi. Program tersebut berhasil menciptakan lebih dari 400 miliar barang yang dikemas per tahunnya dan terdaftar pada 140 negara lainnya. Produk-produk yang memiliki label atau logo “The Green Dot” pada kemasannya menandakan adanya kontribusi finansial yang telah dibayarkan kepada perusahaan untuk pemulihan kemasan nasional[6].