Sort by
Sort by

Pentingnya Mikronutrien untuk Anak Usia Balita

Ke daftar Siaran Pers
Jakarta

Data Riskesdas Tahun 2013: 1 dari 4 Balita di Indonesia Menderita Anemia

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan peningkatan prevalensi malnutrisi pada balita dibandingkan tahun sebelumnya. Prevalensi anemia pada balita usia 12-59 bulan di Indonesia sebesar 28,1%, yang artinya 1 dari 4 balita di Indonesia menderita anemia. Data yang sama juga menunjukkan 1 dari 3 balita di Indonesia menderita stunting (pendek). Apa penyebab terjadinya hal ini?

Pemberian MPASI yang tepat

Seribu hari pertama kehidupan anak adalah masa penting bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Pemenuhan gizi yang cukup diperlukan untuk mendukung kesehatan anak di masa depan. WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan bayi, memperkenalkan makanan pendamping ASI seperti yang disarankan oleh tenaga kesehatan sejak bayi genap berusia 6 bulan dan tetap memberikan ASI sampai anak berusia 2 tahun atau lebih. Agar anak tetap sehat pada masa penyapihan, MPASI harus bernutrisi, bersih, aman dan diberikan dalam jumlah yang tepat. Namun tampaknya praktik pemberian MPASI di Indonesia belum sesuai dengan rekomendasi WHO. Hal ini kemungkinan menjadi salah satu penyebab masih tingginya angka malnutrisi di Indonesia. Permasalahan inilah yang diangkat pada sesi ilmiah yang diadakan oleh Nestlé Nutrition Institute hari ini di Jakarta.

“Berdasarkan kajian kepustakaan, secara umum praktik pemberian MPASI pada anak belum optimal. Hal ini menjadi salah satu penyebab masih tingginya angka malnutrisi pada anak di Indonesia,” ungkap dr. Trevino dari Kedokteran Komunitas Universitas Indonesia, Jakarta.

Pemberian MPASI harus dilakukan dengan tepat, baik waktu, jumlah, jenis maupun kualitasnya. Kekurangan asupan mikronutrien dalam jangka panjang dapat berakibat pada defisiensi zat gizi mikro sampai terjadi gejala klinis seperti anemia. Jika tidak segera ditangani, maka anemia akan berdampak negatif seperti penurunan kognitif dan anak mudah terkena infeksi.

Pencegahan kekurangan mikronutrien

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi kekurangan gizi ini, namun sebenarnya sektor swasta juga dapat mendukung upaya pemerintah dalam menangani masalah ini.

Head of Public Health Nutrition Department Dr. Jörg Spieldenner, seorang staf ahli dari Nestlé Research Center di Lausanne, melakukan beberapa penelitian mengenai defisiensi mikronutrien. Beliau mengatakan bahwa dalam studi Nestlé Research Center yang diterbitkan tahun lalu, model ekonomi kesehatan digunakan untuk menghitung total biaya akibat kekurangan zat besi, vitamin A dan zink pada kelompok anak-anak usia enam bulan sampai lima tahun di Filipina.

“Hasil penelitian menunjukkan biaya medis yang dikeluarkan karena kekurangan zat besi, zink dan vitamin A di Filipina mencapai USD 30 juta atau sekitar Rp390 miliar pada penelitian kohort (studi yang mengikuti sekelompok besar orang selama jangka waktu yang panjang) selama satu tahun. Namun yang lebih mengkhawatirkan adalah kerugian produktivitas kerja karena berkurangnya pendapatan seumur hidup. Kekurangan mikronutrien begitu mahal dan sangat merugikan kualitas hidup masyarakat, oleh sebab itu sebaiknya dilakukan pencegahan,” ujar Dr. Jörg Spieldenner.

Salah satu solusi untuk mencegah defisiensi mikronutrien adalah dengan fortifikasi pangan. Fortifikasi adalah upaya meningkatkan mutu gizi pangan dengan menambahkan satu atau lebih zat gizi mikro tertentu pada makanan. Gera, dkk. (2012) mengkaji 60 penelitian percobaan fortifikasi yang dilakukan di Asia, Afrika, Eropa, Australia dan Amerika pada negara berpenghasilan rendah hingga menegah. Penelitian sebagian besar dilakukan pada anak-anak. Hasilnya menunjukkan bahwa konsumsi makanan dengan fortifikasi zat besi meningkatkan konsentrasi hemoglobin dan menurunkan risiko terjadinya anemia dan defisiensi besi. Dengan demikian, fortifikasi merupakan cara yang efektif untuk mencegah terjadinya defisiensi zat besi dan anemia.

 

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Nur Shilla Christianto
Head of Corporate Communication
PT Nestlé Indonesia
email: [email protected]